*6 Perusahaan Dilaporkan ke Kejaksaan
JAKARTA – PT Sumatera Riang Lestari (SRL) Blok III dinilai sebagai salah satu perusahaan yang paling tidak patuh berdasarkan hasil audit kepatuhan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau. Bersama perusahaan ini juga terdapat 11 perusahaan lainnya, yakni PT. RRL, PT. RUJ, PT SRL Blok V, PT. SSL, PT. SPA, PT. SPM, PT. SRL Blok IV, PT.NSP, PT.SG, PT.AA dan PT.DRT yang tergolong kategori kurang patuh, tidak patuh dan sangat tidak patuh.
Hasil audit juga mengungkap bahwa tak satu pun perusahaan perkebunan dan kehutanan yang menepati janji. Audit dilakukan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengelola REDD+, UKP4 serta tim ahli. ” Dari 12 perusahaan kehutanan, 1 kita katakan sangat tidak patuh,” ungkap Bambang Heru Saharjo, ketua tim studi yang menilai kepatuhan perusahaan perkebunan dan kehutanan dalam menjalankan aturan.
Bentuk ketidakpatuhan beragam, mulai dari fasilitas menara hingga sumber daya manusia yang bertanggungjawab membantu mengatasi kebakaran hutan. Misalnya terkait kewajiban memiliki menara pemantau. Kendati menaranya ada, namun peralatannya tak ada. ” Kita malah menemukan, menara isinya telur elang, gitar. Padahal harusnya GPS atau perangkat lain. Waktu kita tanya, katanya ada pasukan elit (untuk membantu memadamkan api), tapi ternyata tidak ada. Boro-boro pasukan elit, mereka bilang cuma honorer,” imbuh Bambang dalam konferensi pers di UKP4.
Sebagai tindak lanjut dari hasil audit kepatuhan dalam rangka pencegahan Karhutla di Riau ini, menurut Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto, enam perusahaan telah dilaporkan ke kejaksaan terkait dugaan pelanggaran karhutla. ” Nilai kerugiannya masih kami hitung. Hasil audit secara rinci akan disampaikan ke Pemda Riau selaku pemberi izin usaha agar memberikan tenggang waktu dalam perusahaan dalam melakukan perbaikan,” katanya.
Sedangkan hasil audit kepatuhan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terhadap pemerintah daerah di Riau, menunjukkan, Kabupaten Bengkalis dinilai patuh aturan. Sedangkan, Kabupaten Siak, Indragiri Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti dikategorikan tidak patuh.
Bentuk ketidakpatuhan yang dilakukan pemerintah daerah adalah minimnya pengawasan terhadap perusahaan pemilik konsesi, belum mengetahui kewajiban mengatasi kebakaran hutan, serta perlindungan dan tata ruang yang belum optimal.
Pada rapat sebelumnya yang dilaksanakan di UK4P, Kuntoro Mangkusubroto sebagaimana diberitakan tribunpekanbaru.com mengaku kesal saat mengetahui tak seorangpun perwakilan Pemprov Riau yang hadir dalam rapat pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Apalagi rapat yang digelar di kantor UKP4, Jakarta, Jumat pekan lalu itu khusus membahas mengenai karhutla di Riau. ” Mana ini perwakilan dari Pemda Riau tidak hadir meski sudah diundang,” ujar Kuntoro dengan nada kesal saat memimpin rapat.
Kuntoro menyatakan, Riau termasuk provinsi yang sering mengalami kebakaran hutan. Oleh karena itu, menurut Kuntoro, seharusnya ada wakil Pemprov Riau yang hadir untuk mendengarkan hasil audit terkait kinerja pemda baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Riau dalam rangka pencegahan kebakaran hutan. ” Harusnya mereka datang, karena ini berkaitan dengan daerahnya masing-masing,” kata Kuntoro.
Sementara itu, sejumlah kementrian dan badan terkait dengan penanganan Karhutla mengirim perwakilan dalam rapat ini. Di antaranya Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, dan Badan Pengelola REDD+.
Menurut mantan menteri ESDM diera Kabinet Reformasi Pembangunan ini, saat ini kebakaran hutan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Sepanjang periode 2 Januari–13 Maret 2014, kata dia, tercatat ada 12.541 titik panas di lahan gambut, di mana 93,6 persen di antaranya teridentifikasi berada di Provinsi Riau. “ Berdasarkan data ini, pemerintah Riau harus fokus memperbaiki kinerja agar bencana asap yang sama tidak terulang lagi,” kata Kuntoro.(*)