- Oknum Anggota DPRD Siak Diduga Terlibat
- Sejumlah Perkampungan Terancam Terendam
“…Kalau masyarakat ditangkap, oknum-oknum itu (aparat maupun anggota dewan,red) juga harus ditangkap. Jangan ada tebang pilih,”
Drs Fachrudin Syarief
Pembina LEKOFFAR
PEKANBARU – Pembina Lembaga Konservasi Flora Fauna Riau (LEKOFFAR), Drs Fachrudin Syarief meminta pemerintah maupun aparat penegak hukum agar menindak tegas siapa saja yang terlibat dalam pengrusakan kawasan hutan lindung Cagar Biosfer Giam siak Kecil Bukit Batu (GSK BB). Akibat pengrusakan yang kabarnya melibatkan oknum aparat keamanan dan anggota dewan, saat ini kondisi kawasan yang menjadi salah satu paru-paru dunia itu memprihatinkan. “ Pemerintah harus berlaku tegas dan tidak tebang pilih dalam menegakkan aturan dan perundangan yang ada untuk keselamatan kawasan hutan lindung. Kalau masyarakat ditangkap, oknum-oknum itu (aparat maupun anggota dewan,red) juga harus ditangkap,” tegas Fachruddin Syarief melalui sambungan telepon, Selasa (17/9/13).
Fachruddin Syarief sempat menyebut nama oknum anggota DPRD Siak berinisial HT yang diduga ikut terlibat dalam pengrusakan kawasan Cagar Biosfer. Oknum anggota dewan itu dikatakannya turut membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit di areal hutan lindung. “ Halomoan itu menurut informasi yang saya dapat ikut membuka perkebunan sawit disana (Cagar Biosfer,red). Namun darimana dia dapat tanah disana, saya tidak tahu persis. Apakah melalui proses jual beli dengan masyarakat atau bagaimana,” jelas Fachrudin Syarief.
Selain HT, disampaikan Fachrudin Syarief yang juga Pemangku Lembaga Adat Mandau (LAM) ini ada indikasi keterlibatan perusahaan-perusahaan besar dalam pengrusakan kawasan Cagar Biosfer itu. “ Salah satu perusahaan yang terindikasi ikut melakukan pengrusakan kawasan Cagar Biosfer yakni PT Kayang Balai Mandiri yang bekerjasama dengan perusahaan HTI terbesar di Riau yakni PT Arara Abadi,” ungkap Fachruddin Syarief.
Menurut Facruddin Syarief, kemungkinan keterlibatan banyak pihak dibalik pengrusakan kawasan Cagar Biosfer itu sangat terbuka sekali. Pasalnya, jika hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, tingkat kerusakannya tidak akan separah saat ini. “ Kalau masyarakat kampung, paling mereka hanya mampu mengelola satu atau dua hektar. Tapi karena yang bermain itu pemodal-pemodal besar, lahan yang digarap itu mencapai ratusan hektar. Kalau ada sepuluh pemodal, bayangkan saja bagaimana kerusakan yang terjadi. Belum lagi dengan ancaman punahnya fauna kita. Kita berharap agar pemerintah kabupaten maupun propinsi lebih serius dalam menangani pengrusakan yang terjadi di Cagar Biosfer,” ungkap Fachrudin Syarief.
Berdasarkan pemantauan serta penelusuran yang dilakukan LEKOFFAR, Fachrudin Syarief yang akrab disapa Wak Ifah ini membeberkan kerusakan yang terjadi di dalam areal Cagar Biosfer GSK BB bukan hanya pada kawasan penyangga, namun sudah merambah pada kawasan inti. Cagar Biosfer itu sendiri memiliki tiga zona, takni zona transisi, zona penyangga dan zona inti. “ Pengrusakan yang sangat parah terjadi di sepanjang aliran Sungai Siak Kecil yang berada dalam kawasan Kabupaten Siak. Tepatnya mulai Sungai Kepimpin sampai ke daerah Tasik Betung Titi Alau perbatasan Kabupaten Siak dan Kabupaten Bengkalis,” ungkap Fachrudin Syarief.
Lebih lanjut disampaikannya, disepanjang kiri kanan sungai, areal yang semula kawasan hutan lindung sudah ditanami pohon kelapa sawit. Selain itu juga ada upaya penguasaan lahan Negara oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab di lokasi tersebut. Hal itu terlihat dari banyaknya plang-plang bertuliskan kepemilikan lahan mengatasnamakan pribadi dengan ukuran ratusan meter. “ Saya pikir, kalau pemerintah tidur atau diam saja, dalam waktu dua tahun ini kawasan Cagar Biosfer bakal punah,” ujar Drs Fachruddin Syarief.
Dampak terburuk lainnya akibat pengrusakan hutan lindung yang dilakukan oknum tidak bertanggungjawab itu menurut Fachruddin Syarief yakni punahnya kawasan cagar biosfer dan mengancam keselamatan masyarakat perkampungan yang berada di sepanjang hilir sungai. Diantaranya perkampungan Lubuk Gaung dan Sepotong yang bakal terendam banjir. “ Saat hujan turun, airnya tidak terbendung dan akan merendam perkampungan yang berada di hilir sungai. Pasalnya kawasan yang selama ini menjadi daerah resapan air sudah dirusak dan beralih fungsi. Air tentunya akan merendam perkampungan yang berada di daerah hilir. Kemudian banyak spesies tumbuhan alam yang terancam punah,” paparnya.
Fachrudin terakhir menyorot kinerja BKSDA Propinsi Riau yang terkesan sangat minim melakukan sosialisasi tentang keberadaan Cagar Biosfer. Ini terlihat dari sulitnya ditemukan plang pemberitahuan mengenai kawasan hutan lindung itu. Padahal itu sangat penting agar masyarakat bisa mengetahui dan memahaminya. “ Kedepan kita berharap BKSDA bisa saling berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan untuk membuat dan memasang plang-plang peringatan itu. Dengan adanya plang peringatan itu, masyarakat yang berada di kawasan Cagar Biosfer maupun orang-orang dari luar yang bertujuan untuk membeli lahan itu bisa berpikir ulang,” saran Fachrudin Syarief.(isa)