GONG kampanye calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Riau 2013-2018 telah ditabuh KPU. Dimulai dari penyampaian visi, misi dan program kerja oleh masing-masing calon, kampanye itu sendiri berlangsung selama tiga pekan sejak Minggu, 18 Agust kemaren.
Saya beruntung dapat melihat langsung penyampaian visi itu di gedung DPRD Riau, dalam sebuah sidang istimewa yang dipimpin ketua dewan, dihadiri anggota DPRD, pejabat daerah dan tokoh-tokoh masyarakat. Setiap pasang calon diberi waktu 20 menit untuk menyampaikan gagasan-gagasan mereka tentang Riau lima tahun. Dari paparan yang disampaikan, kelima pasang calon sepertinya sepakat, bahwa Riau hari ini menghadapi sejumlah masalah. Antara lain kemiskinan, infrastruktur (jalan dan jembatan), sumber daya manusia (pendidikan), kesehatan dan pelayanan birokrasi. Kelima masalah itu titik tumpu perjuangannya ada di desa, dan mereka sama-sama berkomitmen bagaimana memberdayakan desa menjadi desa mandiri. Akan tetapi, untuk sampai ke tahap itu, masing-masing calon tak mengurai dan tidak pula menawarkan solusi bagaimana cara mereka mengejar ketertinggalan pembangunan pedesaan. Hanya calon Lukman Edy-Suryadi Khusaini yang terang-terangan mengatakan, bahwa dirinya akan menelontarkan anggaran pembangunan Rp 2-4 miliar ke setiap desa. Sementara pasangan Annas Maamun-Arsyad Juliandi berjanji merealisasikan Rp 200 miliar untuk setiap kabupaten/kota. Wah kok bisa? Bisalah. Namanya aja janji politik. Jangankan Rp 4 miliar atau Rp 250 mliar, seratus miliar perdesa pun bisa kalau hitungannya diatas kertas. Masalahnya uangnya dari mana? Menurut hitung-hitungan Jon Erizal dan Mambang Mit yang tampil di sesi terakhir, APBD Riau itu hanya Rp 6,7 triliun. Lebih dari separoh sudah diplot ke belanja pegawai alias belanja tidak langsung, dan Rp 1,3 triliun untuk alokasi pendidikan (kewajiban undang-undang). Sisanya tinggal Rp 1 triliun lebih lagi. Kalau satu desa diberi Rp 2-4 miliar, berarti perlu dana 2 sampai 4 triliun. Atau kalau satu kabupaten dialokasikan Rp 250 miliar dibutuhkan anggaran Rp 3 triliun ke kabupaten/kota. Sementara dana yang tersisa, kata Jon Erizal, hanya Rp 1 triliun lebih. Mana untuk yang lain? Dari perspektif teoritis, pasangan calon dapat saja membagi-bagi uang APBD untuk kepentingan politis. Tetapi apakah pembagian itu rasional, ini yang patuh dihitung secara cermat agar materi kampanye tidak terkesan menjual kecap atau seperti besar pasak daripada tiang. Saya sependapat dengan ide Jon Erizal dan Mambang Mit yang menggugah audiens agar kita sama-sama berjuang mengejar APBN yang jumlahnya mencapai Rp 180 triliun, mengelola dan memberdayakan BUMD secara profesional dan menarik investor sebanyak mungkin untuk memanfaatkan sumberdaya alam Riau agar bernilai ekonomis. Riau dibawah kepemimpinan Rusli Zainal, Saleh Djasit, Soeripto dan gubernur-gubernur sebelumnya telah berjuang semaksimal mungkin bagaimana APBN mengalir deras ke bumi Lancang Kuning. Perjuangan itu dilakukan karena, kita (baca: Riau) tak bisa terus-terus bertopang dagu kepada APBD yang kedengarannya besar, tetapi setelah dibelanjakan tak cukup-cukup menjawab kebutuhan. Apalagi di era otonomi sekarang, kita menyaksikan geliat kabupaten dan kota, yang berlomba-lomba membangun dan mensejahterakan rakyatnya. Dan semua pembangunan itu bertumpu kepada anggaran. Semakin besar anggaran yang dimiliki semakin leluasa kepala daerah merancang pembangunan daerahnya. Undang Undang No. 32 dan 33 tahun 2004 telah memberi keleluasaan kepada daerah-daerah beriniasitif mencari pundi-pundi keuangan. Selain mendapat suntikan dana perimbangan APBN, daerah juga dipersilakan memberdayakan badan usaha milik daerah menjadi sumber pendanaan untuk pembangunan, termasuk meminjam dana dari luar negeri. Problem yang kita hadapi selama ini adalah perjuangan memperoleh APBN selalu dilakukan secara parsial, tidak taktis dan sistematis. Diluar perencanaan yang matang dan tidak dilakukan bersama-sama. Perjuangan itu selalu ditumpukan kepada kepala daerah yang kadang disertai pula dengan kecurigaan macam-macam yang pada akhirnya melemahkan perjuangan itu sendiri. Jadi kalau output perjuangan itu terasa tidak maksimal, hal itu wajar karena tidak-kompaknya kita membangun gerakan. Next? Ini tugas berat Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Siapapun yang dipercaya rakyat memimpin negeri ini pasti menghadapi masalah yang sama dengan gubernur terdahulu. Walau mereka, yang katanya orang-orang berpengalaman dan teruji memimpin pemerintahan, belum tentu diagnosa mereka mengurai masalah cocok dengan obat yang ditawarkan. Di atas kertas para calon boleh-boleh saja bermimpi macam-macam, berjanji mensejahterakan rakyat, membangun jalan dan jembatan, membuat rumah untuk orang miskin, memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis, tetapi setelah ia nanti berkantor di gedung sembilan lantai, akan terpotretlah wajah Riau sesungguhnya. Dan Akan sulit mereka menemukan mana penyakit dan mana obatnya. Wajah itu ternyata tak seindah yang mereka urai dalam visi, misi dan program-program pembangunannya. Penyelesaian itu ternyata tak semudah mereka membuka buhul benang-benang kusut di kabupaten yang mereka pimpin. Contoh ke arah itu sudah banyak. Simaklah visi dan misi calon bupati dan wakil bupati di kabupaten/kota di Riau, yang juga mengusung tema yang sama. Tapi setelah menjadi bupati dan walikota satu bahkan dua periode, apa yang terjadi? Kemiskinan tetap berserak di pedesaan, desa-desa banyak yang terisolir karena terbatasnya akses jalan, pengangguran tak selesai juga, biaya pendidikan makin mahal, kesehatan apalagi. Bahkan orang miskin tak boleh sakit. Visi dan misi menjadi macan ampong yang tak mampu menyelesaikan agenda daerah.* Penulis:
DR H Syafriadi, SH, MH Praktisi Pers, Doktor Ilmu Hukum |
Facebook Comments
Berita Riau >> "Hot News" lainnya.
- Pusat Bantu BPBD-Damkar Bengkalis
- Setelah 7 Tahun, Dumai Akhirnya Raih WTN
- Meneg LH: Hutan Riau Mengkhawatirkan
- BBKSDA “Keder” Hadapi Perusak Cagar Biosfer
- ” Riau, Apa Kabarmu Di Sana ? ”
- Fachrudin: Tangkap Perusak Kawasan Cagar Biosfer
- Wagubri Lepas CJH Riau
- Bupati Bengkalis Hadiri Rakornas APKASI-APEKSI di Bali
- Wagubri HR Mambang Mit Pamit
- Laga Sekandang, Pilgubri “Tenang”

Butuh Rental Mobil di Pekanbaru dan sekitarnya silahkan kontak GLORIA Rent Car. Kunjungi RentalMobilPekanbaru.com