Catatan Gubernur Riau, HM Rusli Zainal

Gubri, HM Rusli Zainal berbincang serius dengan Mendagri, H Gamawan Fauzi disela Rapat Kerja Daerah 2013 di Jakarta, Senin (28/1/13). foto Humas Pemprov Riau
JABATAN Sekretaris Daerah Provinsi Riau, kosong! Berita ini betah menjadi headline berbagai media di daerah, berhari-hari lamanya. Semua mengupas habis dari berbagai sisi. Digoreng sana, digoreng sini. Berkembang berbagai spekulasi, curiga mencurigai bahkan sampai muncul dugaan konspirasi.
Jabatan Sekda yang merupakan jabatan tertinggi dalam tataran birokrasi pemerintah, seharusnya memang tidak boleh kosong. Jangankan sehari, satu jam saja jangan sampai. Pada titik ini, media-media seperti mendapatkan makanan empuk, dan lagi-lagi untuk kesekian kali, selalu saja ada muka yang harus ditunjuk.
Semua berlomba-lomba untuk nimbrung berbagi pendapat. Gubernur disebut tidak peduli, tidak bertanggungjawab, tidak mengerti suara rakyat dan berbagai tudingan lainnya. Jujur saja dalam situasi seperti saat ini, saya sebenarnya tidak ingin terlalu reaktif. Saya tidak ingin ikut nimbrung dalam polemik yang tidak berujung. Tidak ada untung.
Tapi melihat pemberitaan beberapa media, yang mengutip narasumber dengan kalimat sepotong-potong, bahkan kadang tidak mengerti persoalan dan aturan, kiranya perlu saya kembali meluruskan. Hal yang sama ketika dulu saya ingat banyak cacian, ketika merencanakan pembangunan fly over. Meski pada akhirnya semua bisa menikmati, ketika jembatan itu benar-benar telah berdiri.
Mengenai jabatan Sekdaprov Riau yang kosong, sebagai Gubernur, saya disebut sering menghindar bahkan ditulis melarikan diri. Padahal sesungguhnya yang terjadi, saya sudah berulang kali menjelaskan mengenai aturan dan Undang-Undang yang mengatur tentang penempatan Sekdaprov Riau ini.
Di acara Musrenbang, rapat bersama Muspida, di hadapan Bupati, Walikota bahkan Camat se provinsi Riau. Belum lagi saat wawancara langsung dengan wartawan, secara terang benderang saya sudah jelaskan tentang kondisi dan situasi yang dialami Provinsi ini. Namun yang membuat saya heran, penjelasan yang sudah sejelas itu kadang tidak disampaikan dengan sejelas-jelasnya, sebagaimana fungsi media seharusnya.
Jika ada yang merasa sedih dan prihatin dengan kekosongan Sekdaprov Riau, maka orang itu adalah saya, selaku Gubernur Riau. Saya kehilangan tangan kanan dalam pemerintahan. Padahal untuk masyarakat Riau ketahui, jauh sebelum Wan Syamsir Yus, menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai Sekdaprov Riau, dengan kewenangan yang diberikan kepada Gubernur Riau, saya sudah mengajukan tiga nama kepada Kementrian Dalam Negeri. Perlu dicatat, usulan itu sudah diberikan sejak 28 November 2012.
Tiga nama ini telah memenuhi kriteria dan kompetensi. Memiliki pengalaman yang dibutuhkan untuk seorang calon Sekdaprov. Ketiga nama itu diusulkan jauh hari, semata-mata demi mengantisipasi jalannya pemerintahan. Kata kuncinya: Tidak ada sedikit pun niat apalagi berharap, sampai terjadi kekosongan jabatan penting sekelas Sekdaprov Riau, seperti yang terjadi hari ini.
Namun faktanya, berbulan-bulan lamanya Kementrian Dalam Negeri tidak memberikan penjelasan, jawaban apalagi keputusan.Sementara waktu terus saja berjalan. Hingga akhirnya kursi Sekdaprov Riau benar-benar kosong. Selaku Gubernur, saya adalah nakhodanya. Tak mungkin hanya karena kehilangan ‘mekanik’, kapal bernama Riau ini harus berhenti di tengah lautan.
Saya pun berada di garis terdepan, meyakinkan semua stakeholders untuk tetap bekerja sebagaimana tanggungjawabnya. Memastikan semua pelayanan berlangsung dengan baik dan tidak terkendala apapun juga. Karena pada dasarnya, pelayanan kepada rakyat tidak boleh terganggu, oleh hal apapun dan dalam kondisi bagaimanapun. Itu poin penting yang Alhamdulillah tetap terjaga dalam situasi yang sulit.
Sementara di tengah ketidakpastian, Kemendagri sempat dikabarkan mengusulkan agar Gubernur Riau mengajukan Pelaksana Tugas (Plt) Sekdaprov Riau. Namun sayangnya, usulan itu tidak pernah disampaikan secara resmi melainkan hanya melalui media. Saling berbalas kata di media untuk sebuah keputusan sangat penting.
Posisi Sekdaprov dalam struktur pemerintahan ini begitu setrategis. Karena dia juga bertindak sebagai Ketua Pengguna Anggaran, Koordinator SKPD, Ketua Tim Anggaran Eksekutif Daerah dan Ketua Baperjakat. Andai jabatan Sekdaprov hanya Plt, kewenangannya akan terbatas dan memberikan pengaruh luas bagi kebijakan yang akan dibuatnya nanti. Perihal pentingnya Sekda definitif juga disampaikan oleh seorang pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pusat kepada saya, saat kami satu pesawat menuju Jakarta.
Tidak ingin masalah Sekdaprov ini menjadi polemik, saya selaku Gubernur telah intens melakukan komunikasi dengan Kemendagri, agar segera memberikan kepastian dalam bentuk jawaban resmi. Sehingga ada kejelasan, sesuai aturan dan perundangundangan yang berlaku. Namun lagi-lagi, kami hanya bisa menunggu, menunggu dan menunggu.
Jabatan Sekdaprov Riau akhirnya benar-benar kosong. Tidak ada Sekdaprov definitif yang ditunjuk, ataupun Plt Sekdaprov yang harus dipilih. Tolong dicatat, bukan karena saya tidak mau mengusulkan. Tapi ada aturan birokrasi pemerintahan yang tidak boleh dilanggar.
Yang terjadi selanjutnya justru perang kata-kata di media. Ditambah komentar banyak kalangan, yang justru memperkeruh suasana bahkan melenceng jauh dari konteks bertata negara yang baik. Semua merasa punya pembenaran tapi tak mengerti peraturan, hingga akhirnya terbentuk opini yang membingungkan masyarakat. Bahkan sampai muncul berita, bahwa nama calon Sekdaprov yang saya ajukan tidak laku dan harus diajukan oleh Wakil Gubernur.
Saya tidak tahu, ada motif apa di balik pemberitaan itu. Saya juga bingung dengan berita yang tidak memiliki dasar aturan, namun dimuat dan semakin mengaburkan persoalan utama.
Padahal persoalan ini sebenarnya sederhana sekali. Kemendagri hanya tinggal memberikan ketegasan. Karena saya selaku Gubernur, berbulan-bulan lamanya juga menunggu jawaban. Apakah usulan ditolak? Perlu direvisi atau diusul kembali? Sama sekali tidak ada keterangan resmi apapun dari kemendagri. Persoalan ini sebenarnya sesederhana itu saja. Namun karena dibiarkan lama, justru menjadi polemik yang sudah melenceng kemana-mana.
Perlu untuk diketahui, Minggu (21/4), barulah saya mendapatkan laporan bahwa sudah ada jawaban resmi dalam bentuk surat dari Kemendagri. Inilah pesan pertama dari surat yang kami kirimkan sejak 28 November tahun lalu. Pesannya, Kemendagri akan mulai melakukan evaluasi terhadap tiga nama calon Sekdaprov Riau yang diusulkan. Ini sebuah titik terang yang sebenarnya sudah ditunggu-tunggu. Evaluasi inilah jawaban, yang jika dilakukan sejak beberapa bulan lalu, maka tidak akan terjadi kekosongan yang menimbulkan polemik hari ini.
Jadi kepada mereka yang selama ini bertanya-tanya dan mempolemikan, marilah sama-sama kita ikuti prosedur pemilihan Sekdaprov Riau, sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena hari-hari begni, kita selalu dituntut harus berhati-hati saat mengambil keputusan. Kadang bersikap dan bertindak benar pun, masih saja dicurigai melakukan yang salah untuk kepentingan diri sendiri. Itulah yang menuntut saya dengan semua tanggungjawab yang ada, menghindari semua kecurigaan.
Kepada sebagian kalangan media, untuk kesekian kalinya saya menyerukan, semoga masih memiliki hati nurani saat menyampaikan pemberitaan-pemberitaan. Jadilah peneduh bukan pengeruh. Jadilah pendamai, bukan pelerai. Semua pihak dalam situasi seperti ini, juga hendaknya menahan diri. Jangan melenceng kemana-mana, yang justru membuat bingung rakyat. Ibarat kata,”Belanda masih jauh,”.
Sangat naif sekali kiranya, mengaitkan persoalan Sekdaprov Riau dengan berbagai persoalan politik ataupun persoalan yang masuk ranah pribadi. Hentikan semua prasangka, saling curiga mencurigai. Andai pun tiga nama itu nantinya dicoret, kemudian Kemendagri memberikan penjelasan lanjutan, itulah dia proses sesungguhnya yang benar. Hak Gubernur hanya mengusulkan. Ditolak atau diterima, Kemendagri yang tentukan.
Jadi mari kita ikuti saja proses yang sedang berlangsung di Kemendagri. Tak perlu ada perang kata-kata apalagi perang tudingan. Tak perlu juga saya geleng-geleng kepala, saat membaca seorang pengamat yang mengusulkan DPRD mengajukan hak angket pada Gubernur. Terlalu banyak yang tak paham, tapi percaya diri berbicara di media. Ironisnya, media justru memuat utuh sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Seorang kawan menyampaikan pesan, kira-kira begini katanya,”Mereka tak paham soal hak angket dan hak bertanya. Kedua hak itu dialamatkan pada Gubernur, sementara Gubri dalam posisi pengusulan Sekda bertanya ke Kemendagri. Jadi selain salah alamat, substansi yang diangketkan dan dipertanyakan itu juga tidak mengandung muatan substantif,”. Andai pemahaman kawan saya yang baru jadi Doktor Hukum itu dimengerti, mungkin tak perlu ada suasana keruh seperti sekarang ini. Oh… Sekdaku.***
Facebook Comments
Berita Riau >> "Hot News" lainnya.
- LIRRA: Menpora Jangan Permalukan Riau
- Firdaus MT: Cukup Dua Anak
- Gubri Kecewa Keputusan Menpora RI
- SPS Riau Gelar Feksi dan Workshop Design Grafis
- HA: Saya Maju untuk Sejahterakan Masyarakat
- Lukman Edi Siap Dibenci Perusahaan di Riau
- Lampu Hijau untuk Wan Abu Bakar
- Bupati Hadiri Pelantikan Lintas Antar Etnis Inhu
- Wagubri Serahkan DP4 ke KPU Riau
- Sekdaprov Riau Lantik 304 Pejabat Eselon

Butuh Rental Mobil di Pekanbaru dan sekitarnya silahkan kontak GLORIA Rent Car. Kunjungi RentalMobilPekanbaru.com