J
AKARTA (riaupeople) – Bicara kasus Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII 2012, selalu saja menyiratkan rasa bangga sekaligus sedih. Bangga karena Riau telah sukses menjadi tuan rumah pekan olahraga terakbar di Indonesia itu. Sedih karena kasus PON justru telah menyeret begitu banyak pejabat Riau ke meja hijau.
Tokoh masyarakat Riau di Jakarta, H Masfar Ismail mengungkapkan kegundahannya saat berbincang dengan pers di Jakarta, Rabu (27/2). ”Saya bangga karena PON telah dibuka oleh orang nomor satu di Indonesia (Presiden SBY, red) dan ditutup oleh orang nomor dua (Wapres Boediono, red). Nggak ada yang lebih tinggi dari dua orang itu di negeri ini. Ini artinya pelaksanaan PON telah berjalan dengan baik,” urainya.
Namun di balik itu semua, lanjut mantan Ketua Umum Persatuan Masyarakat Riau Jakarta (PMRJ) itu, PON meninggalkan begitu banyak persoalan hukum, yang bahkan justru ikut menyeret Gubernur Riau HM Rusli Zainal. ”Kita sangat sedih, karena kasus PON telah menyeret begitu banyak pejabat baik eksekutif maupun legislatif. Sebagai orang Riau, saya sangat prihatin,” urai Masfar.
Sebagai mantan kajati, terakhir menjabat sebagai Sekretaris Jampidsus di Kejaksaan Agung RI, Masfar mengaku tidak mau mengomentari materi hukum terkait kasus PON. Namun selaku tokoh Riau, Masfar mengakui bahwa kasus PON terjadi antara lain karena sistem perpolitikan di tanah air yang kurang sehat.
Kekuasaan yang kini dimiliki legislatif atau DPRD yang cukup besar dibanding era orde baru dulu, kadangkala dimanfaatkan untuk menarik keuntungan pribadi atau untuk kepentingan partai politik. Seandainya saja Pansus DPRD Riau yang membahas revisi Perda lapangan tembak ketika itu tidak mengisyaratkan adanya ”uang lelah,” barangkali kasus PON tidak akan ada. ”Ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan,” ucapnya.
Masfar tidak menampik bila Gubri Rusli akhirnya terseret kasus PON karena terdesak oleh sistem yang ada. Seharusnya, tegas Masfar, baik eksekutif maupun legislatif yang merupakan satu-kesatuan pemerintahan daerah saling bersinergi untuk membangun Riau. Bukan malah saling sandera-menyandera. ”Ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua,” sarannya.
Masfar juga menyesalkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sejauh ini masih lebih mengedepankan fungsi penindakan ketimbang pencegahan. Seharusnya fungsi pencegahan yang jadi prioritas. ”Sudah berapa banyak yang ditindak, tapi korupsi nggak berkurang,” tegasnya.
Seharusnya, harap Masfar, KPK secara pro aktif memberikan guidance atau super visi ke berbagai instansi atau lembaga pemerintah. ”Sampaikan, nanti kalau begini, bisa jatuh. Jangan ditunggu jatuh, lalu ditangkap,” katanya memberi contoh.
Secara khusus, Masfar juga menyarankan kepada Pemerintah Daerah untuk tidak segan-segan melakukan konsultasi atau melibatkan KPK bila menyangkut uang negara. ”Sekarang banyak instansi di pusat yang sudah melibatkan KPK. Seandainya sejak awal KPK dilibatkan dalam masalah PON, mungkin tidak akan terjadi seperti ini,” tegasnya.(rls)