Kasusnya sudah lama, tapi masih menyisakan banyak cerita. Bermula dari sepak terjang Jaksa Tatang, kasus maling dana bantuan sosial (Bansos) di Pemko Batam jadi terang benderang. Memang sudah ada dua pelaku yang dijebloskan ke penjara, namun siapa dalangnya tetap jadi tanda tanya.
SIKAP oknum pejabat Pemko Batam membuat banyak pihak geram. Apalagi uang yang diselewengkan, peruntukannya untuk Panti Asuhan. Penyaluran dana senilai ratusan milyar itu tidak jelas setiap tahunnya. Diduga uang bansos mengalir ke kantong-kantong pejabat Pemkot Batam untuk menambah pundi-pundi kekayaan pribadi.
Ketua LSM Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Herwin mengatakan kasus Bansos itu sebelumnya sudah ditangani Kajari Batam, Tatang Sutarna dan kasusnya sudah sampai ke tingkat penyidikan. Sayangnya, sebelum otak koruptor terungkap, Tatang keburu dimutasi dan digantikan oleh Kajati Batam yang baru, Ade Adiyaksa.
Ketua Yayasan Mama Syamsuri KH Syamsuddin, salah satu korban laporan fiktif, mengakui yayasan yang dipimpinnya tidak pernah mengajukan proposal permohonan bantuan kepada Pemkot Batam pada Januari 2009. Namun, dalam laporan keuangan Pemkot Batam, Yayasan Mama Syamsuri menerima bantuan dua kali. Pertama, 21 Januari 2009 sebesar Rp10 juta dan kedua 31 Januari 2009 sebesar Rp5 juta.
Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) kemudian mendesak Kajari Batam, Ade Adiyaksa agar menggiring para korupsi dana bansos hingga ke pengadilan. Karena, menurut Herwin, tidak ada yang kebal hukum di republik ini. Apalagi, kasus tersebut juga telah dilaporkan ke KPK dan semua masyarakat Batam sudah mengetahuinya.
Desakan pengungkapan korupsi Bansos juga datang dari Forum Pemuda Lintas Anti Korupsi (FPLAK) Kota Batam yang langsung menyerahkan sejumlah berkas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. “ Kami prihatin dengan upaya sebagian anggota DPR untuk mengamandemen UU KPK yang berdampak pada pelemahan lembaga KPK. Tetapi kami menuntut keberanian KPK untuk menangkap para koruptor yang merongrong uang rakyat, seperti halnya di Batam,” ujar Ketua Forum Pemuda Lintas Anti Korupsi (FPLAK) Kota Batam, Hubertus LD saat menyerahkan berkas kepada pimpinan KPK, Busyro Muqoddas.
Usai menerima berkas lengkap yang diserahkan di Hotel Harris Batam Centre, Busyro berjanji akan memprioritaskan kasus itu. Pihaknya meminta dukungan LSM melalui pelaporan yang benar, sesuai dengan prinsip kejujuran. “ Berkas ini saya terima dan akan saya serahkan kepada tim untuk menyelidiki. Jika telah memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke tahap penyelidikan, akan kami beritahukan kepada masyarakat yang melaporkannya,’’ ujar Busyro.
Pada sisi lain, puluhan anggota LSM di Kota Batam sempat mengamuk saat digelarnya pertemuan terbatas antara KPK dengan pejabat di kota Batam. Puluhan anggota LSM ini meminta wakil ketua KPK, Zulkarnain yang saat itu hadir memberikan materi agar menindaklanjuti laporan mereka tentang dugaan korupsi dana bansos.
Puluhan anggota LSM ini semakin marah karena ada petugas yang melarang mereka masuk. Kemarahan para anggota LSM itu sedikit mereda setelah wakil ketua KPK Zulkarnain menemui mereka. Zulkarnain berjanji akan menindaklanjuti laporan LSM tentang korupsi yang diduga melibatkan Walikota Batam dan beberapa pejabat di kota Batam.
Kasus penyimpangan dana bansos di Kota Batam, sebenarnya telah terjadi selama tiga tahun anggaran. Pertama, tahun anggaran 2007 sebesar Rp 54 miliar. Kedua, tahun anggaran 2008 sebesar Rp 27 miliar. Ketiga, adalah tahun anggaran 2009 sebesar Rp 23,3 miliar.
Pekan lalu, aktifis FPLAK Kota Batam melakukan demo tunggal di Bandara Hang Nadim sebelum berangkat ke Jakarta membawa sejumlah berkas kasus korupsi di Pemerintahan Kota Batam. Hubertus LD, ketika melakukan demo tunggal menyedot perhatian ratusan calon penumpang di bandara Hang Nadim, yang hendak berangkat ke berbagai tujuan di dalam dan luar negeri.
Hingga tiga tahun lebih, kasus tindak pidana korupsinya itu terkesan belum juga ditindak lanjuti. Diduga keras ada upaya untuk mempeti-eskan setelah sebelumnya ada pihak-pihak yang ditumbalkan.(*)