Oleh: Faisal Sikumbang
MAJELIS Hakim yang menyidangkan perkara kasus suap revisi Perda 06/2010 dan 05/2008 telah menjatuhkan vonis hukumannya. Kedua terdakwa, yakni Eka Dharma Putra dan Rahmat Syahputra dihukum 2,5 tahun penjara plus denda Rp50 juta.
Hanya saja, putusan hakim itu menggelitik naluri hukum publik. Semangat pemberantasan korupsi terluka. Banyak yang merasa kecewa, termasuk Penuntut Umum dari KPK. Mereka sebagaimana pemberitaan media, mengajukan banding karena putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru itu dinilai terlalu rendah. Apalagi sesuai fakta persidangan dan keterangan para saksi, pantasnya masing-masing tersangka dihukum 3,5 tahun penjara dengan denda Rp100 juta.
Tidak dapat dipungkiri, hakim memiliki kuasa untuk memutuskan suatu perkara. Tidak satu pihakpun boleh mengintervensinya, termasuk lembaga KPK. Namun juga bukan berarti, hakim boleh memutus sesuka hati. Apalagi untuk kasus-kasus korupsi yang telah merusak ekonomi bangsa ini. Segala lini, termasuk hakim tentunya, harus menjadikan koruptor sebagai musuh bersama. Mereka tidak akan pernah jera jika hukumannya tidak seberapa.
Tujuan reformasi yang salah satunya adalah membangun supremasi hukum, belum menunjukkan hasil yang signifikan. Meski reformasi sudah berjalan 14 tahun (terhitung Mei 1998), KKN bukannya berkurang melainkan menyebar ke daerah-daerah dan lembaga perwakilan rakyat. Melihat fenomena yang kerap terjadi, tampaknya tak ada yang perlu diperdebatkan lagi.
Adalah kenyataan, bahwa penegakan hukum banyak tidak efektif. Akibatnya, fungsi hukum untuk menegakkan keadilan dan membangun ketertiban tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak pelaku korupsi besar di Indonesia yang pelakunya bisa lolos dan mampu menghindar dari jeratan hukum. Bahkan banyak di antaranya yang mendapat hukuman rendah atau malah pengampunan.
Sementara pencuri kecil-kecilan yang terpaksa mencuri untuk sekedar makan – karena tak punya uang dan pelindung – dihukum tanpa ampun. Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi, sama halnya dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.
Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat. Tapi, apapun cerita dan kondisinya, supremasi hukum tetap harus dijunjung tinggi. Matahari mulai meninggi, jangan ada yang tidur lagi. Selamat pagi penegak hukum kami. (*)