Sepuluh anggota DPRD Riau yang telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus dugaan suap revisi Perda Riau No 6 Tahun 2010 dan revisi Perda No 5 Tahun 2008, didesak mengundurkan diri sebagai anggota Dewan.
Desakan itu disampaikan pengamat politik Andi Yusran, Kamis (2/8). Andi mengkritisi, mulai melemahnya ki_nerja wakil rakyat di DPRD Riau sejak kasus dugaan suap proyek PON XVIII ditangani KPK. Banyaknya anggota DPRD Riau yang menjadi tersangka dikhawatirkan Andi Yusran mengganggu kinerja Dewan. Anggota DPRD Riau yang sudah jadi tersangka kasus PON tersebut yakni; Taufan Andoso Yakin, M Faisal Aswan, M Dunir, Adrian Ali, Abu Bakar Siddik, Tengku Muhazza, Zulfan Heri, Syarif Hidayat, M Roem Zein dan Turoechan Asyari. Terbanyak dari Partai Golkar, 3 orang, disusul PPP 2 orang, PAN 2 orang, Demokrat 1 orang, PDIP 1 orang dan dari Fraksi PKB 1 orang.
Sedangkan sisanya 10 anggota Pansus saat ini tengah gencar dimintai keterangan oleh KPK. Kesepuluh anggota legislator tersebut yakni, Sedangkan 10 anggota Pansus yang sudah diperiksa tim Penyidik KPK yakni, Robin P Hutagalung, Ki Jauhari, Rusli Ahmad, Suparman, Koko Iskandar, Darisman Ahmad, Solihin Dahlan, Muhniarti Basko, T Zarah Haerati dan Eli Suryani. Sementara itu tiga anggota DPRD Riau yang sudah menjadi terdakwa yakni, M Dunir, M Faisal Aswan dan Taufan Andoso Yakin. Dua terdakwa lainnya yakni, Eka Dharma Putra dan Rahmadsyah Putra.
Kondisi tersandungnya anggota Pansus DPRD Riau dengan kasus suap PON tersebut, kata Andi Yusran suatu dilema yang mesti ada jalan keluarnya. Karena di satu sisi anggota dewan yang menyandang status tersangka belum dapat di PAW (pengganti antar waktu) oleh partai karena belum memiliki kekuatan hukum, di sisi lain kinerja dewan terganggu setelah hampir setengah dari 55 anggota DPRD Riau tersandung kasus hukum.
“Idealnya, dikembalikan ke hati nurani masing-masing dewan. Kalau memang merasa terlibat, yah, sudah legowo saja, berinisiatif mundur dari keanggotaan dewan. Tapi, kalau yakin tidak terlibat, tetaplah bertahan,” seru Andi Yursan kepada Harian Vokal, Kamis (2/8).
Contoh kasus terkendalanya agenda dewan tersebut ketika digelarnya paripurna DPRD Riau tentang pengesahan RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah,red) dan pandangan kepala daerah serta pengumuman reses, Selasa (31/7) malam. Ketika itu rapat hanya dihadiri 34 anggota DPRD Riau. Memenuhi jumlah itu pun setelah menunggu beberapa jam dari jadwal direncanakan. Namun, akhirnya paripurna itu-pun terpaksa diundur dalam waktu yang belum ditentukan.
Ungkapan kekhawatiran itu seperti dilontarkan Sekretaris DPRD Riau, Zulkarnain Kadir kepada media ini, Kamis (2/8). Jika hal itu terjadi katanya, maka bisa jadi DPRD Riau akan kolaps. “Apalagi jika 20 orang Pansus revisi Perda 6 Tahun 2010 dinaikkan statusnya menjadi tersangka,” ujar Zulkarnain sembari meminta penegak hukum segera menetapkan status hukum bagi anggota Pansus DPRD Riau tersebut mengingat banyaknya agenda dewan untuk kepentingan rakyat. Zulkarnain juga berharap jika adanya regulasi dari presiden, dapat mengantisipasi terancamnya setiap agenda paripurna dewan.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar, Iwa Sirwani Bibra mengatakan, akibat banyaknya anggota dewan tersandung kasus hukum, sejumlah agenda di DPRD Riau ikut lumpuh. Kondisi itu terlihat ketika sidang paripurna dewan, lebih banya kursi kosong dari pada kehadiran anggota dewan.
Terganjal PAW
Menurut pandangan Sekjend DPW Partai Demokrat Riau, Koko Iskandar, kebijakan parpol mem-PAW masing-masing anggota yang dinyatakan tersangka oleh KPK, belum bisa dilaksanakan. Pasalnya, PAW hanya bisa dilakukan apabila adanya ketetapan hukum bagi tersangka sudah ditetapkan. Atau juga jika adanya anggota dewan yang menyatakan mundur terlebih dahulu.
“Lah, belum bisa PAW. PAW itu punya prosedur, bukan sekehendak parpol saja. Kalau sudah ada ketetapan hukum, barulah kita di partai punya kebijakan. Kebijakan itu pun, hanya permohonan kepada KPU sedangkan penggantinya berdasarkan data suara di KPU dan partai tidak bisa menunjuk saja. “Itu wewenang KPU,” jelas Koko Iskandar kepada Harian Vokal, Kamis (2/8).
Sebagai pengganti, Koko mencontohkan, jika inkrah-nya anggota DPRD Riau Tengku Muhazza sudah diketahui, pihaknya harus melihat jumlah suara terbanyak setelah Tengku Muhaza di data Pileg KPU Riau lalu. Selain menunggu masa inkrah, boleh dilakukan PAW bila yang bersangkutan mengundurkan diri.
“Bisa diajukan permohonan PAW ke KPU bila anggota dewan mundur terlebih dahulu. Selama itu tidak terjadi, ya kita tungu dulu ketetapan hukum,” tambahnya. Hal itu juga dikatakan ketua Fraksi Golkar, Iwa Sirwani Bibra. Menurutnya, PAW tidak hanya menunjuk pengganti tersangka, tetapi PAW hanya bisa dilakukan bila sudah ada inkrah. “Siapa penggantinya nanti, itu berdasarkan data suara dari pemilihan legislatif di KPU Riau sebelumnya,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Tim penyidik KPK, Selasa (31/7) lalu memeriksa 10 anggota panitia khusus (Pansus) DPRD Riau untuk revisi Perda No 6 tahun 2010. Diperiksanya setengah dari 20 anggota Pansus ini setelah sebelumnya KPK menetapkan 10 anggota Pansus sebagai tersangka dugaan suap revisi Perda N0 6 Tahun 2010 tentang penambahan anggaran Venue Lapangan Menembak PON XVIII. (harianvokal.com)