DUMAI (riaupeople) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dumai mencatat data kecelakaan kerja yang terjadi berjumlah 27 kasus dalam kurun Januari-Mei 2012. Dua kasus diantaranya menyebabkan korban meninggal dunia dan sebagian besar luka-luka atau cacat pada salah satu bagian tubuh.
Dua korban meninggal tersebut, yaitu Hendri karyawan CV Mahkota Dumai Perkasa yang bergerak di bidang suplier kontraktor meninggal akibat kecelakaan lalulintas di Kawasan Industri Dumai (KID) di Pelintung Kecamatan Medang Kampai.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dumai, Syamsul Bahri ketika dikonfirmasi mengharapkan kepada perusahaan agar memperhatikan keselamatan pekerja serta menjelaskan sistem kerja kontrak dengan baik. Tidak kalah pentingnya penerapan pembayaran upah sesuai UMK yang ditetapkan Pemko Dumai.
Syamsul mengakui, selama ini penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di sejumlah perusahan belum berjalan optimal dan disiplin. ” Sehingga dalam pelaksanaan kerja, tidak sedikit pekerja di perusahaan mengalami insiden kecelakaan yang mengakibatkan kematian dan kondisi cacat tubuh. Kecelakaan kerja sering diakibatkan karena kelalaian pekerja maupun “error” pada peralatan dan fasilitas pengaman keselamatan kerja. Karena itu, dalam waktu dekat kita akan mengadakan sosialisasi SMK3 kepada seluruh perusahaan yang beroperasi di Dumai. Ini perlu agar kita bisa menekan angka kecelakaan kerja yang saat ini masih tinggi,” ungkapnya.
Korban tewas lainnya yakni, Nurbaini Siregar buruh bongkar muat PT Mitra Perdana Sejati yang juga mengalami kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya Arifin Ahmad, Kelurahan Pelintung, Kecamatan Medang Kampai. “ Insiden laka kerja sebagian besar diakibatkan kecelakaan lalulintas dan kelalain pekerja saat dalam kondisi bekerja di lingkungan perusahaan,” tegasnya.
Selain itu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Dumai juga telah menangani enam kasus perselisihan hubungan industrial antara perusahaan dengan tenaga kerja pada 2012. Sedangkan perselisihan kerja itu sendiri sering disebabkan karena ketidakjelasan kontrak kerja dan upah yang diterima tenaga kerja dari perusahaan. ” Sebanyak enam kasus ini ada yang sudah terselesaikan dan ada yang masih dalam tahap proses penyelesaian menuju kesepakatan atau persidangan pengadilan industrial,” paparnya.(hin)