RiauPeople, Bekas Kerajaan yang terletak di daerah Kampar kiri Kabupaten Kampar Propinsi Riau itu kini bergolak. Masyarakatnya berjuang menuntut apa yang menurut mereka sudah menjadi Hak nya. Bukannya ingin menggursur perusahaan itu dari tanah leluhur mereka yang terlanjur diberi ijin oleh pemerintah untuk membabat hutan disekitar kampung kerajaan mereka, tetapi hanya meminta sekitar 2000 ha lahan yang terlanjur masuk dalam lahan konsesi PT RAPP. Namun begitu, pihak perusahaan dalam menghadapi permintaan masyarakat Gunung Sahilan itu menggunakan cara-cara kekerasan. Tak kurang 15 orang masyarakat terluka dan sebanyak 73 sepeda motor milik masyarakat dan polisi rusak akibat di tabrak oleh alat berat milik RAPP.
Pada Selasa 6/03/2012 lebih kurang pukul 11.00 wib lalu, bentrokan itu terjadi. Tetapi terlepas dari kisah bentrokan tersebut, ada satu hal yang seharus nya dipertimbangkan oleh berbagai pihak di Propinsi Riau dan Negera Republik Indonesia ini. Kecamatan Gunung Sahilan, walau pun merupakan sebuah kawasan yang kecil didalam wilayah Kabupaten Kampar, adalah sebuah daerah bersejarah, sebuah kampung kecil yang menyimpan cerita sejarah dari masa lampau. Dan seharus nya di hargai dan dijaga oleh semua pihak.
Dari beberapa catatan sejarah yang coba dilacak oleh mimbarnegeri.com tentang kisah Kerajaan Gunung Sahilan memang masih sangat sedikit terinventarisasi, baik oleh pemerintah maupun oleh pihak-pihak yang berkompeten. Beberapa kisah sejarah yang di peroleh pun tak lebih dari sebuah liputan dari sebuah harian di Propinsi Riau yang kemudian di publikasikan oleh beberapa situs dan Blog di Internet. Tak jelas apakah ini merupakan sebuah ketidak pedulian pihak pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Kampar dan Pemerintah Propinsi Riau terhadap sejarah masa lampau nya sendiri.
Seperti yang dilansir oleh sungaikuantan.com, menyebutkan beberapa keturunan raja terakhir, Tengku Yang Dipertuan (TYD) atau lebih sering disebut Tengku Sulung (1930-1941) seperti Tengku Rahmad Ali dan Utama Warman, kerajaan Gunung Sahilan Jilid I diawali dengan Kerajaan Gunung Ibul yang merupakan kerajaan kecil. Menurut penuturan nenek moyang dan orang tua mereka, Kerajaan Gunung Ibul ada setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya. Pembesar-pembesar istana berpencar satu persatu dan mulai mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, salah satunya di kawasan Gunung Ibul.
“Kerajaan Gunung Sahilan, Kampung Bersejarah yang tak diberi Marwah”
Berturut-turut raja yang pernah didaulat di Kerajaan Gunung Sahilan antara lain Raja I (1700-1740) Tengku Yang Dipertuan (TYD) Bujang Sati, Raja II (1740-1780) TYD Elok, Raja III (1780-1810) TYD Muda, Raja IV (1810-1850) TYD Hitam. Khusus raja keempat tidak didaulat seperti raja sebelumnya sebab TYD Hitam bukan anak kemenakan raja Muda, melainkan anak kandungnya. Namun TYD Hitam sebagai pengemban amanah memimpin selama kurang lebih 40 tahun. Raja V (1850-1880) TYD Abdul Jalil, Raja VI (1880-1905) TYD Daulat, Raja VII (1905-1930) Tengku Abdurrahman dan Raja VIII atau terakhir TYD Sulung atau Tengku Sulung (1930-1941).
Begitulah nasib sebuah situs sejarah di Propinsi Riau, jangankan di jaga, dilestarikan dan dibangun, justru kawasan hutan disekitar kampung sejarah itu tergadai pada perusahaan-perusahaan, yang kemudian menggerus rasa kepedulian dan penghargaan terhadap sejarah. Entah bagaimana proses ijin lahan konsesi itu bisa diperoleh oleh perusahaan sekelas PT RAPP , yang boleh jadi dan bisa terjadi jarak lahan konsesi tersebut dengan desa terdekat hanya lebih kurang 2 Km dari sebuah kawasan peninggalan sejarah dimana dahulu pernah ada sebuah Kerajaan disana.