MERANTI (riaupeople) – Perlawanan yang dilakukan masyarakat Pulau Padang terhadap pengrusakan lingkungan memasuki babak baru. Ini setelah penguasa di Kabupaten Kepulauan Meranti membangun isu bahwa perjuangan yang dilakukan merupakan kepentingan pendatang. Tidak hanya itu, tudingan provokator juga ditujukan kepada Serikat Tani Riau (STR) yang selama ini cukup getol membela kepentingan masyarakat Pulau Padang.
Terungkapnya isu rasis itu, dikatakan pentolan STR Meranti Sutarno bermula dari alasan permintaan rekomendasi yang dilayangkan Kemenut RI kepada Bupati Meranti. Kemenhut menganggap yang melakukan aksi penolakan operasional PT RAPP bukan warga tempatan. Ini mengacu kepada kesepakatan seluruh Kepala Desa, Camat, Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti yang menyebutkan Serikat Tani Riau sebagai provokator dan masyarakat yang menetap di Pulau Padang umumnya adalah pendatang. “ Kita melihat ada upaya pengalihan isu dari penyelamatan lingkungan kepada persoalan rasis. Sepertinya isu-isu primordial itu masih dianggap sebagai senjata ampuh untuk memecah belah kesatuan anak bangsa. Saya ingin tegaskan, perjuangan yang dilakukan ini bukan kepentingan pendatang atau siapapun, namun ini murni kepentingan terhadap penyelamatan lingkungan,” tegas Sutarno kepada wartawan, Selasa (10/1/12).
Sutarno menyebutkan, pihak Kemenhut Republik Indonesia sejauh ini masih menunggu surat rekomendasi dari Bupati Kepulauan Meranti terkait tuntutan revisi SK no 327 tahun 2009 dengan mengeluarkan hamparan Pulau Padang seluas 41.205 ribu hektar dari areal HTI PT RAPP.
Sementara Koordinator Lapangan Forum Perjuangan Masyarakat Penyelamatan Pulau Padang, Muhammad Ridwan menilai kesepakatan penguasa di Meranti yang menuding Serikat Tani Riau (STR) sebagai provokator dan isu pendatang itu sangat disesalkan sekali. ” Kita sangat menyesalkan pembangunan opini dan isu sara yang di lakukan oleh pihak-pihak yang pro terhadap pemodal besar, khususnya yang terjadi di Pulau Padang. Begitu juga dengan pernyataan Kemenhut yang rasialis dalam penyelesaian sengketa agraria. Mereka harus bertanggungjawab terhadap segala sesuatu yang terjadi nantinya,” tegas Muhammad Ridwan.
Lebih lanjut dikatakannya, tudingan yang dilontarkan itu sangat murahan dan kacangan sekali. Apalagi dengan pola adu domba ala belanda. “ STR bukan provokator, tapi justru penguasa yang teah memprovokasi masyarakat akibat kebijakannya yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Pemerintah hendaknya mencarikan solusi, bukan malah balik memprovokasi,” ujar Muhammad Ridwan mengingatkan.
Pada sisi lain, rapat yang difasilitasi DPD RI bersama Kemenhut RI, Senin (9/1/12) di Gedung Wisma Nusantara III lantai VIII dipimpin langsung Ketua DPD RI, Irman Gusman itu dihadiri Menhut RI Zulkifli Hasan beserta staf, anggota DPD RI asal Riau Instiawati Ayus dan anggota DPD RI lainnya.
Irman Gusman usai memimpin rapat menyampaikan untuk merevisi SK Menhut no 327 tahun 2009 dengan mengeluarkan hamparan Pulau Padang seluas 41,205 ribu hektar dari luas total 110 ribu hektar Pulau Padang tergantung hasil kerja tim mediasi yang dibentuk. “ Menurut Zulkifli Hasan tergantung dari hasil kerja tim mediasi yang ia bentuk guna mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai sumber dan bidang terkait penyebab timbulnya persoalan,” ujar Irman Gusman sebagaimana disampaikan Sutarno kepada wartawan.(*)