JAKARTA (riaupeople) – Ketua Meranti Centre di Jakarta, Firdaus menegaskan Bupati Kepulauan Meranti, Irwan Nasir dan DPRD Kepulauan Meranti dinilai tidak peduli terhadap nasib warga Pulau Padang yang menjadi korban kebijakan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Riau Pulp Andalan dan Paper (RAPP) di Meranti. ” Kalau memang Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir dan Ketua DPRD Meranti Nafizoh peduli terhadap nasib warga Pulau Padang, dia pasti akan ke Jakarta melakukan aksi jahit mulut bersama kami-kami. Tetapi kecenderungannya bupati dan DPRD lebih berpihak kepada PT RAPP ketimbang warga Pulau Padang yang tidak memiliki uang. Kalau berpihak warga Pulau Padang tidak akan ke Jakarta,” ujar Firdaus di Jakarta, Senin (19/12/11).
Firdaus yang juga bertindak sebagai Juru Bicara Forum Komunikasi Masyarakat Penyelematan Pulau Padang (FKMP3) ini sebagaimana diberitakan riauterkini.com menyebutkan aksi jahit mulut ditempuh karena mereka sudah tidak tahu lagi kemana harus mengadu.
Irwan Nasir selaku Bupati Kepulauan Meranti diminta agar ikut mendorong pencabutan SK Menhut No.327 Tahun 2009 kendatipun tidak terlibat langsung dalam pemberian rekomendasi. Pasalnya, saat rekomendasi diterbitkan Meranti masih bergabung dengan Bengkalis atau sebelum dilakukan pemekaran. ” RAPBD Meranti hampir Rp 1 triliun, sehingga tidak perlu lagi berharap uang dari PT RAPP. Sebagai bupati yang dipilih oleh rakyat, harusnya peka kepentingan rakyat. Irwan Nasir tetap harus bertanggungjawab terhadap warga Pulau Padang yang melakukan aksi jahit mulut di Jakarta,” tegasnya.
Menurut Firdaus, selain itu pihak yang paling bertanggungjawab atas terbitnya SK Menhut no 327 tahun 2009 adalah Gubernur Riau Rusli Zainal, mantan Bupati Bengkalis Syamsurizal, mantan Wakil Bupati Norman Wahab. Karena ketiganya telah memberikan rekomendasi terhadap terbitnya SK tersebut yang kemudian dijadikan dasar bagi PT RAPP untuk melakukan operasionalnya di Pulau Padang. ” Ada tiga orang paling bertanggungjawab, yakni Syamsurizal, Norman Wahab dan Rusli Zainal. Mereka yang merekomendasikan izin untuk operasional PT RAPP. Seharusnya lahan Pulau Padang tidak boleh dijadikan HTI karena merupakan lahan gambut yang memiliki kedalaman 3 meter,” katanya.
Kedelapan warga Pulau Padang itu menjahit mulut mereka sendiri menggunakan benang dan jarum jahit karena tim dokter yang disiapkan tidak tega melihat aksi tersebut. Namun, tim dokter telah memeriksa kesehatan 73 warga Pulau Padang lainnya yang akan melakukan aksi serupa, apabila kondisi 8 warga tersebut memburuk. ” Mereka tidak makan dan minum, serta siap berpanas-berpanas dan berhujan-berhujan di Posko kita di depan Gedung DPR. Kami sudah menyiapkan 73 warga lainnya yang sudah diperiksa kesehatannya oleh tim dokter kita untuk melakukan aksi jahit mulut juga,” sebut Firdaus.
Delapan warga Pulau Padang yang menjahit mulut mereka di sisi kiri dan kanan bibir itu yakni 7 orang laki-laki dan satu orang perempuan yang kesemua adalah warga Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti. Masing-masingnya adalah Muslim, M Busyro, Misri, Junaidi, Yahya HS, Purwati, Sutoyo dan Thamsir.(*)