JAKARTA (riaupeople) – Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) meminta Pemerintah Indonesia agar mewaspadai campur tangan Amerika dalam kasus Papua. Apalagi Menlu AS, Hillary Clinton melalui pernyataannya terkesan ingin membuka kembali persoalan yang terjadi di Papua. “ Menlu RI tidak boleh menganggap sepele pernyataan Menlu AS Hillary Clinton yang akan membuka kembali isu Papua dan mengomentari masalah yang sedang terjadi,” kata Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Yuddy Chrisnandi di Jakarta, Senin (14/11/11).
Hillary sebelumnya sebagaimana diberitakan matanews.com menyatakan bahwa AS mengkhawatirkan masalah HAM yang terjadi di Papua dan meminta pemerintah untuk berdialog dengan masyarakat Papua. “Perlu dialog, reformasi politik dalam memenuhi kebutuhan legal rakyat Papua. Kami (AS), akan mengangkat isu ini, mendorong pendekatan (dialog),” kata Hillary.
Menyikapi pernyataan Hillray itu, Yuddy Chrisnandi menyebutkan itu merupakan bentuk intervensi tidak langsung terhadap kedaulatan Indonesia sekaligus ancaman terhadap integrasi Papua. “ Menlu harus memberikan jawaban tegas, memperingatkan AS agar menghormati Indonesia dalam mengatasi masalah Papua. AS juga perlu diingatkan bahwa salah satu faktor utama penyebab instabilitas sosial di Papua adalah keberadaan PT Freeport asal AS yg beroperasi sejak tahun 1968. Artinya, mereka (Amerika) juga harus ikut bertanggungjawab,” tegas Yuddy.
Pada sisi lain, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyebutkan jika Pemerintahan SBY-Boediono tidak segera mengambil langkah konkrit dengan agenda strategis untuk menyelesaikan kisruh Papua, maka dikhawatirkan dinamika politik wilayah Indonesia di ujung timur itu bisa mengancam dan membahayakan kedaulatan bingkai NKRI. “ Jadi PR (pekerjaan rumah-red) politik,” warning Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Jakarta, Selasa (15/11/11).
Menurut Mahfudz, selama ini pemerintah lalai, tidak serius dan tidak mengambil langkah nyata untuk menjalankan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) serta roadmap penyelesaian Papua yang pernah direkomendasikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Misalnya, pemerintah tidak menjalankan atau mengimplementasikan Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran (KRK) yang diamanatkan UU Otonomi Khusus No.21 tahun 2001, yang menjadi rujukan dalam penyelesaian masalah Papua.
Politisi PKS ini menyarankan, sebagai langkah pemulihan kondisi di Papua, pemerintah perlu segera mengefektifkan pelaksanaan UU Otsus Papua untuk mensejahterakan rakyat Papua, sekaligus membuat kebijakan yang memihak (affirmative) di bidang keamanan tanpa harus diikuti pengamanan berlebihan.(*)