H Amril (Kepala Satpol PP Dumai)
Senjata yang paling ampuh bagi H. Amril, SH dalam menegakkan suatu peraturan adalah ketajaman hati nurani. Itulah menjadi dasar baginya dalam mengemban amanah sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Dumai. Karena itulah, walau Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2005 tentang perlengkapan dan peralatan Satpol PP, terutama dalam pengadaan senjata api bagi personil Satpol PP, belum terwujud di Kota Dumai, tidak dipersoalkannya. “Karena dengan memakai hati nurani dalam bekerja, kita bisa merasakan apa yang turut dirasakan saudara-saudara kita. Contohnya saja, dalam melakukan penertiban pedagang kaki lima, apakah kita harus secara gegabah memakai jalan kekerasan?” tanyanya.
Menurutnya, hal itu tentu saja tidak boleh dilakukan, karena jalan kekerasan bukanlah suatu solusi untuk memecahkan suatu masalah. Tapi, justru malah makin membuat ruwet suatu keadaan. Bahkan, lambat laun masyarakat pun pasti akan brontak. Justru dia menilai dengan cara seperti itulah awal kehancuran. Lihat saja, jatuhnya Presiden Tunisia, Ben Ali, lantaran dia tidak mau mendengar jeritan tukang sayur setelah gerobak sayurnya dibakar oleh petugas pamong yang ada di daerah tersebut. Lalu, si tukang sayur itu pun membakar dirinya. “Nah, inilah awal mula puncak kemarahan rakyat di negara tersebut dan awal kejatuhan Ben Ali,” ucap dia.
Oleh karena itu, jerit rakyat kecil seperti pedagang kaki lima sangat perlu didengar dan harus dicarikan jalan keluarnya. Tidak boleh serta merta melakukan jalan kekerasan dalam menegakkan peraturan. Begitu pula memamerkan beceng di pingggang. “Seandainya saja, kita di posisi pedagang kaki lima yang membuka usahanya pukul tiga pagi, yang hanya mengharapkan keuntungan yang tidak seberapa untuk menghidupkan anak istrinya, lalu tiba-tiba ada orang menyuruh kita tidak boleh berdagang lagi dengan cara membentak pedagang, apakah hati kita tidak merasa terenyuh,” tanyanya.
Untuk itu, dalam melakukan penertiban dengan cara menggusur semua orang pun bisa, tapi mencarikan solusinya itu yang harus dipikirkan oleh semua pihak termasuk Kantor Pelayanan Pasar (KPP). “Jadi, walaupun Sat Pol PP Kota Dumai belum mempunyai perlengkapan sebagaimana mestinya seperti senjata api, alat detector, masker gas dan lain-lainnya, tapi saya selalu menekankan kepada anggota saya yang berjumlah 148 orang, selalulah bertindak menggunakan hati nurani,” sebutnya.
Nah, ujarnya, dengan cara seperti itu, Insya Allah, kewibawaan Sat Pol PP di depan masyarakat pun akan dipandang benar-benar sebagai pengayom masyarakat. Bukan sebagai mahluk yang harus ditakuti. Dan selanjutnya, apabila cara menggunakan hati nurani itu terwujud, barulah kita secara pelan-pelan meyakinkan para pedagang bahwa berdagang di badan jalan tidak dibenarkan, karena dapat mengganggu lalu lintas. “Akhirnya, dengan menggunakan cara seperti itu, lamban laun pun, para pedagang yang berjualan tidak pada tempatnya pun mengerti apa maksud kita,” terangnya dengan menggunakan analogi yang masuk akal.
Cara-cara pendekatan hati nurani itulah yang selalu ia tekankan kepada seluruh anggotanya saat apel pagi maupun apel sore. “Setiap apel, saya menekankan kepada seluruh anggota saya jangan sekali-sekali bekerja mengharapkan imbalan dulu. Tapi, berilah yang terbaik kepada masyarakat,” kata pejabat yang gemar membaca Al Qur’an ini.
Apabila itu semuanya dijalankan dengan ikhlas, dia yakin pasti apa yang dikerjakan akan terasa manis. Tapi, kalau anggotanya kedapatan melakukan semena-semena kepada masyarakat, asal main pukul tanpa sebab akibat, dia berjanji akan bersikap tegas untuk menindaknya. “Terlebih lagi, yang ketahuan menggunakan zat psikotropika dan dan zat adiktif lainnya, maka hal itu tak akan saya beri ampun lagi,” tegasnya.***
.dumaizone.com